Evening everyone :) This evening I will publish the results of my writing with someone who is awesome and great man @Cuno_Go
so check it out :
Abstraksi Perasaan
Written by me with Desi Ristiani
Cinta adalah bangku kayu sekolah. Dunia putih abu,begitu aku menyandangnya. Dibalik buku buku matematika. Disetiap rak tinggi perpustakaan, kutemukan senyummu disana.Lalu kucuri hatimu.
Cintaku runtuh pada tatanan kursi sebuah café, lemah gemulai seorang barista dibalik senja. Ku hirup harum dirimu dan kutemukan senyumu dalam setiap cangkirnya.
Yang kupegang hatinya,yang ku miliki jiwanya. aku adalah darahnya dan dia adalah nadiku, yang tidak bersembunyi disetiap kepiluanku,yang kehadirannya mampu membuat bunga-bunga tumbuh di taman hati. Tangan-tangan lembut yang menyibak rindu di setiap kesengitan hidup. Kamu, puncak segala teduh.
Ku pegang pelatuknya, ku miliki jiwanya,ku hirup aromanya, ku miliki rohnya. Dia adalah darahku yang bersembunyi di setiap larik sebuah syair senja. Adanya dirinya adalah sebuah oase dalam bisingnya pemikiran. Bibir mungil, ciuman liar menyertai setiap lariknya.
Kamu,alinea-alinea baru dalam hidup,Yang mampu membuat matahari dan rembulan itu mendidih menjadi rindu. Sayang, aku dapat melihatmu membawa lagu-lagu dari bebukitan pinus yang kehadirannya paling hendak ku kecup.Kemudian kurebut cintamu bersama pagi dan segala keindahannya.
Dirinya, adalah sebuah kalam dalam lerung hati yang terhantam temaram, membuat nahkoda berakhir karam, hai gadis lemah gemulai, bawalah aku lebih dalam, jangan kau hiraukan rahasia sebuah malam.
Tiga tahun ilalang berkalung embun itu di tangan, mewiridkan sajak-sajak di setiap bougenville warna-warni. Ah, masih ingatkah kau akan celotehku tentang rembulan yang kau cium? Bahkan obrolan serius tentang masa depan. Oow, aku merindukan semuanya. Catatan catatan pena biru yang tertinggal di rumah nenekmu, lagu-lagu menggemaskan yang penuh haru, dan cumbuan kecil yang menghujani wajahku.
2 dasawarsa kau tercipta dari pelitnya sebuah sirkulasi kehidupan, kegembiraanya menghancurkan angkara. Indahnya, berdendang dengan syair rubaiyat. Sampai titik itu tiba setelah matahari dikerubungi semak, di tengah-tengah lipatan waktu, aku meninggalkanmu dalam gigil. Lelaki dalam kamuflase musim semi, aku mencintaimu.
Kini tiba saatnya, dimana, rahasia di balik esok tak pernah ku ketahui kembali. Dalam hektiknya situasi bawalah napasku jauh seraya dengan jejak kaki mungilmu.
Kau bilang aku melemparmu ke tepi malam. Lalu kau tuduh aku mematahkan sketsa kepakan sayap-sayap merpati. Hingga akhirnya kau pun ikut menghilang tertelan entah apa namanya. Simfoni jingga yang terpotret abadi di angkasa itu kau lupakan. Lalu aku tak pernah tahu kau dimana. Atau mungkin kau sedang menjelma menjadi kegetiran bunga krisan.
Diriku tak meninggalkan mu di tepian stasiun, dengan kereta yang tak pernah kunjung dating. Mungkin, sayapmu rapuh hingga akhirnya kau tak sanggup terbang kembali. Simfoni angkara dalam pekatnya sebuah temaram jelas mengebu dalam hatimu.
Kau tak akan pernah benar-benar merasa kehilangan sampai kau sendiri mengalaminya. Aku ingin menciummu. Minum arak bersamamu.Sekarang aku menagih seperti para pemabuk, compang-camping menghampiri matahari. Sakitku membusuk pada gelisah dalam satu suguhan Tuhan. Dan aku kangen di ruang kelas yang bisu.
Takan ku biarkan engkau tahu apa itu sebuah terkaan, aku membiarkan hujan menciumu dan temaram mencumbuimu, itu adalah cara agar dirimu mengerti sebuah essensi diriku. Jatuhlah dan merangkaklah hari ini dan bangunlah untuk hari esok. Karena diriku takan melihatmu kembali dalam pekat hitam sebuah kopi dan ketenagan dalam sebuah kursi di pojok itu.
Fenomena ini disebut rindu, terkuat di bagian pojok jauh didalam dada. Sekilas saja aku merasakannya lagi.
Ini bukanlah sebuah pengagungan dan sebuah rindu, ini adalah sebuah cinta dalam senja dan kasih sayang dalam temaram.
you can find writers in twitter :
@Cuno_Go
@desiberbi
so check it out :
Abstraksi Perasaan
Written by me with Desi Ristiani
Cinta adalah bangku kayu sekolah. Dunia putih abu,begitu aku menyandangnya. Dibalik buku buku matematika. Disetiap rak tinggi perpustakaan, kutemukan senyummu disana.Lalu kucuri hatimu.
Cintaku runtuh pada tatanan kursi sebuah café, lemah gemulai seorang barista dibalik senja. Ku hirup harum dirimu dan kutemukan senyumu dalam setiap cangkirnya.
Yang kupegang hatinya,yang ku miliki jiwanya. aku adalah darahnya dan dia adalah nadiku, yang tidak bersembunyi disetiap kepiluanku,yang kehadirannya mampu membuat bunga-bunga tumbuh di taman hati. Tangan-tangan lembut yang menyibak rindu di setiap kesengitan hidup. Kamu, puncak segala teduh.
Ku pegang pelatuknya, ku miliki jiwanya,ku hirup aromanya, ku miliki rohnya. Dia adalah darahku yang bersembunyi di setiap larik sebuah syair senja. Adanya dirinya adalah sebuah oase dalam bisingnya pemikiran. Bibir mungil, ciuman liar menyertai setiap lariknya.
Kamu,alinea-alinea baru dalam hidup,Yang mampu membuat matahari dan rembulan itu mendidih menjadi rindu. Sayang, aku dapat melihatmu membawa lagu-lagu dari bebukitan pinus yang kehadirannya paling hendak ku kecup.Kemudian kurebut cintamu bersama pagi dan segala keindahannya.
Dirinya, adalah sebuah kalam dalam lerung hati yang terhantam temaram, membuat nahkoda berakhir karam, hai gadis lemah gemulai, bawalah aku lebih dalam, jangan kau hiraukan rahasia sebuah malam.
Tiga tahun ilalang berkalung embun itu di tangan, mewiridkan sajak-sajak di setiap bougenville warna-warni. Ah, masih ingatkah kau akan celotehku tentang rembulan yang kau cium? Bahkan obrolan serius tentang masa depan. Oow, aku merindukan semuanya. Catatan catatan pena biru yang tertinggal di rumah nenekmu, lagu-lagu menggemaskan yang penuh haru, dan cumbuan kecil yang menghujani wajahku.
2 dasawarsa kau tercipta dari pelitnya sebuah sirkulasi kehidupan, kegembiraanya menghancurkan angkara. Indahnya, berdendang dengan syair rubaiyat. Sampai titik itu tiba setelah matahari dikerubungi semak, di tengah-tengah lipatan waktu, aku meninggalkanmu dalam gigil. Lelaki dalam kamuflase musim semi, aku mencintaimu.
Kini tiba saatnya, dimana, rahasia di balik esok tak pernah ku ketahui kembali. Dalam hektiknya situasi bawalah napasku jauh seraya dengan jejak kaki mungilmu.
Kau bilang aku melemparmu ke tepi malam. Lalu kau tuduh aku mematahkan sketsa kepakan sayap-sayap merpati. Hingga akhirnya kau pun ikut menghilang tertelan entah apa namanya. Simfoni jingga yang terpotret abadi di angkasa itu kau lupakan. Lalu aku tak pernah tahu kau dimana. Atau mungkin kau sedang menjelma menjadi kegetiran bunga krisan.
Diriku tak meninggalkan mu di tepian stasiun, dengan kereta yang tak pernah kunjung dating. Mungkin, sayapmu rapuh hingga akhirnya kau tak sanggup terbang kembali. Simfoni angkara dalam pekatnya sebuah temaram jelas mengebu dalam hatimu.
Kau tak akan pernah benar-benar merasa kehilangan sampai kau sendiri mengalaminya. Aku ingin menciummu. Minum arak bersamamu.Sekarang aku menagih seperti para pemabuk, compang-camping menghampiri matahari. Sakitku membusuk pada gelisah dalam satu suguhan Tuhan. Dan aku kangen di ruang kelas yang bisu.
Takan ku biarkan engkau tahu apa itu sebuah terkaan, aku membiarkan hujan menciumu dan temaram mencumbuimu, itu adalah cara agar dirimu mengerti sebuah essensi diriku. Jatuhlah dan merangkaklah hari ini dan bangunlah untuk hari esok. Karena diriku takan melihatmu kembali dalam pekat hitam sebuah kopi dan ketenagan dalam sebuah kursi di pojok itu.
Fenomena ini disebut rindu, terkuat di bagian pojok jauh didalam dada. Sekilas saja aku merasakannya lagi.
Ini bukanlah sebuah pengagungan dan sebuah rindu, ini adalah sebuah cinta dalam senja dan kasih sayang dalam temaram.
you can find writers in twitter :
@Cuno_Go
@desiberbi
No comments:
Post a Comment